Jumat, 08 Februari 2008

Jangan Mengabaikan Imunisasi

ORANGTUA yang teledor biasanya baru menyesali perilakunya setelah si anak jatuh sakit. Kenapa ya dulu lupa mengimunisasi anak? Mengapa tidak menyimpan dokumen kesehatan anak dengan baik, hingga terselip entah di mana?

Kesibukan bekerja juga kerap menjadi penyebab orangtua lupa mengecek kesehatan anak. Setelah anak jatuh sakit, baru orangtua menyadari, betapa kesehatan anak jauh lebih berharga dibandingkan harta benda.

Virus polio liar yang mewabah di Sukabumi beberapa waktu lalu membuat masyarakat, terutama orangtua yang memiliki anak berumur di bawah lima tahun (balita), tercengang. Sejumlah anak yang terjangkit virus itu mengalami lumpuh layuh. Entah karena pemerintah kurang sosialisasi atau budaya setempat yang masih mengandalkan dukun, program imunisasi tidak berjalan lancar.

Sebenarnya, imunisasi di Indonesia secara teratur dimulai sejak tahun 1956 sehingga Indonesia dinyatakan bebas cacar oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1974. Tahun 1977 WHO memulai program imunisasi yang di Indonesia disebut Program Pengembangan Imunisasi (PPI).

Pemerintah sebenarnya tidak mewajibkan berbagai jenis imunisasi harus dilakukan semua. Hanya lima jenis imunisasi pada anak di bawah satu tahun yang harus dilakukan, yakni BCG (bacillus calmette-guerin), DPT (difteri pertusis tetanus), polio, campak, dan hepatitis B.

Imunisasi BCG dilakukan sekali pada bayi usia 0-11 bulan, lalu DPT diberikan tiga kali pada bayi usia 2-11 bulan dengan interval minimal empat minggu. Imunisasi polio diberikan empat kali pada bayi 0-11 bulan dengan interval minimal empat minggu. Sedangkan campak diberikan satu kali pada bayi usai 9-11 bulan. Terakhir, imunisasi hepatitis B harus diberikan tiga kali pada bayi usia 1-11 bulan, dengan interval minimal empat minggu.

Hanya saja, karena imunisasi harus diberikan berkali-kali dengan jangka waktu tertentu, orangtua kerap lupa dan harus mencatat dalam dokumen kesehatan anak yang biasanya diberikan oleh bidan, baik di tempat praktik atau di rumah sakit. Jika orangtua teledor, bisa-bisa dokumen kesehatan pun terselip.

HAL lain yang juga harus diingat orangtua adalah mengulang imunisasi pada anak untuk jenis imunisasi tertentu.
Polio misalnya, harus kembali diulang sewaktu anak berusia 18 bulan dan lima tahun. Pada anak usia sekolah dasar, imunisasi difteri tetanus (DT) dan campak harus kembali diberikan.

"Pemerintah selalu membuat program imunisasi di setiap sekolah negeri. Adapun untuk sekolah swasta hanya dianjurkan. Memang ada juga sekolah swasta yang menolak dengan alasan para murid sudah diimunisasi pada dokter pribadi, tetapi itu hanya beberapa saja," ujar Kepala Subdinas Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan DKI Jakarta Aida Fatmi, didampingi Kepala Seksi Penyakit Menular Ariani, dan Kepala Seksi Gizi Devianty Moeshar, Selasa (14/6).

Mengapa hanya lima jenis imunisasi yang diwajibkan dan menjadi program pemerintah?
"Alasannya, anak yang terkena penyakit itu angka kematiannya tinggi, angka kesakitannya tinggi, dan bisa menimbulkan cacat. Dan yang jelas, imunisasi itu memberikan perlindungan yang lama. Untuk imunisasi yang diwajibkan itu, vaksinnya gratis dari pemerintah dan disediakan di puskesmas, rumah sakit pemerintah, bahkan posyandu," ungkap Aida.

Untuk jenis imunisasi tambahan, seperti MMR (campak-gondongan-rubela), Act.Hib (antiradang otak), tifus atau demam tifoid (masa perlindungan vaksin ini sekitar tiga tahun sehingga imunisasi baru diulang tiga tahun kemudian), dan varilrix (cacar air), pemerintah membolehkan dan juga menganjurkan sepanjang bermanfaat. Biasanya jenis imunisasi tersebut diberikan oleh dokter praktik atau pribadi.
"Mengapa pemerintah tidak mewajibkan, karena perlindungan imunisasi itu hanya sementara. Dokter dan orangtualah yang tahu bagaimana kondisi anak sehingga perlu diberi imunisasi tersebut atau tidak. Sebab, kerentanan anak terhadap penyakit bisa berbeda satu dengan yang lain," kata Ariani.

Aida menambahkan, imunisasi pada dasarnya adalah merangsang badan membentuk kekebalan. Unsur yang dilemahkan adalah racun. Vaksin yang dimasukkan akan membentuk zat anti sehingga ketika ada kuman masuk si anak bisa tidak sakit karena sudah kebal, atau kalaupun sakit relatif ringan dan tidak menimbulkan komplikasi.

Bisa disimpulkan, anak yang kerap dimasuki kuman tertentu, dia akan semakin kebal terhadap penyakit dan jarang sakit. Justru, kata Aida, anak yang hidup di lingkungan yang selalu bersih dan steril bisa kerap terjangkit penyakit karena tubuhnya tidak terbiasa dengan kuman. Dengan demikian kekebalannya tidak terlatih. Anak seperti ini yang harus selalu diperhatikan kesehatannya, termasuk pemberian imunisasi yang beragam.

"Orangtua sebaiknya juga jangan lupa untuk mengulang imunisasi," ujar Aida mengingatkan .
Jika ingin lebih teliti lagi, masih ada imunisasi yang harus dilakukan, yakni imunisasi tetanus toxoid (TT). Jenis imunisasi ini minimal dilakukan lima kali seumur hidup untuk mendapatkan kekebalan penuh. Imunisasi TT yang pertama bisa dilakukan kapan saja, misalnya sewaktu remaja. Lalu TT2 dilakukan sebulan setelah TT1 (dengan perlindungan tiga tahun).

Tahap berikutnya adalah TT3, dilakukan enam bulan setelah TT2 (perlindungan enam tahun), kemudian TT4 diberikan satu tahun setelah TT3 (perlindungan 10 tahun), dan TT5 diberikan setahun setelah TT4 (perlindungan 25 tahun).

Oleh karena imunisasi TT ini kerap diabaikan, pemerintah biasanya menganjurkan imunisasi TT dilakukan pada calon suami-istri sebagai kelengkapan mendapatkan surat nikah. Imunisasi ini sangat berguna untuk melindungi bayi yang nantinya akan dilahirkan. Setelah mendapatkan suntikan pertama menjelang pernikahan, imunisasi TT tetap dilanjutkan hingga lima kali.

Gambaran mengenai imunisasi tersebut barangkali akan menambah panjang daftar catatan penting dalam buku agenda seseorang. Apa boleh buat, imunisasi sangat penting, terutama untuk anak usia 0 bulan hingga lima tahun yang sangat rentan terhadap penyakit.
Aida mengatakan, kartu imunisasi direncanakan akan menjadi syarat yang harus dilengkapi ketika anak akan masuk sekolah dasar. Ini sebagai salah satu cara untuk mengingatkan orangtua agar tidak lupa dengan jadwal imunisasi anaknya.

Tidak ada komentar: